Selasa, 20 Januari 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI (SOFTSKILL)

Nama                :  Desty Meilika Krisfani Lastriana
Kelas                 :  4eb19
NPM                  :  28211752
Harian              :  Harianterbit.com
Tema Artikel  :  Korupsi

Judul Artikel   :  Audit Penyimpangan Dana Dinas PU, BPK DKI Jangan Menutup-nutupi

 


Jakarta, Hanter - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta diminta tidak menutup-nutupi audit kasus Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) DKI Jakarta terkait dugaan penyimpangan APBD DKI Perubahan tahun 2013 sebesar Rp180 Miliar.  Sebab, audit dilakukan lebih dari satu bulan  dan seharusnya hasil audit sudah dapat dipublikasikan.

"Kelihatannya memang BPK menutupi kasus di Dinas PU DKI yang sampai saat ini belum mengeluarkan hasil audit penyimpangan dana sebesar Rp180 milliar di Dinas PU DKI Jakarta. Padahal hasil audit sangat penting untuk menentukan ada atau tidak kerugian negara," ujar Ketua Jakarta Procument Monitoring (JPM) Ivan Parapat dihubungi Harian Terbit.

Menurutnya, jika BPK memperlambat atau menutup-nutupi audit kasus tersebut, BPK sama saja telah menghambat proses hukum.Karena bagaimanapun aparat penegak hukum tidak bisa melakukan proses penyelidikan dan  penyidikan jika BPK tidak menyerahkan hasil audit. "Disini kita lihat apakah BPK berani dan profesional mengaudit penggunaan dana di Dinas PU tersebut," ujarnya.

Dia mengatakan, BPK DKI dituntut profesional dalam melakukan audit kasus tersebut. Sebab, sebagai lembaga pemerintahan tidak sepatutnya berpihak kepada kepentingan golongan maupun pihak tertentu. Tetapi selayaknya  berpihak kepada kepentingan masyarakat. "Kalau BPK profesional, hasil audit itu sudah dikeluarkan. Bukannya lama seperti ini," ujarnya

Menurutnya pernyataan Kepala Dinas PU DKI Jakarta Manggas Rudi Siahaan yang selalu berdalih bahwa kasus sedang diaudit BPK, dapat diindikasikan  ada dugaan korupsi dalam kasus tersebut. "Apabila BPK sudah keluarkan hasil auditnya, sebaiknya  jangan langsung di kasih ke Dinas PU. Tertap langsung saja dipublikasikan ke masyarakat. Hal itu untuk mencegah terjadi kongkalikong kasus antara BPK dengan Dinas PU," ungkapnya.

Bahkan, tambahnya, apabila BPK dalam hasil auditnya benar-benar menemukan adanya indikasi korupsi, maka BPK bisa langsung menyerahkan  ke penegak hukum. "BPK bisa juga serahkan hasil auditnya ke KPK, Kejati DKI atau Kepolisian," tuturnya.

Sebelumnya Kadis PU DKI  Manggas Rudi Siahaan dalam pesan singkat  kepada Harian Terbit mengatakan, sesuai press release 16 Mei 2014 ke semua media on line dan media cetak, tidak ada perintah dan instruksi Kepala Dinas PU kepada Kepala Seksi (Kasie) Kecamatan. Yang ada adalah instruksi No 365 Tahun 2013 kepada eselon III Kabid, Kasudin untuk melaksanakan kegiatan diatas Rp 100 juta menggunakan rekening Bank DKI, bukan rekening pribadi. “Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan BPK RI atas hal ini. Dinas PU menunggu hasil pemeriksaan BPK RI,” ujar Rudi, kemarin.

Sebagaimana diberitakan Kepala Dinas PU DKI  telah memerintahkan pembukaan rekening pribadi kepada Kasie PU di 44 kecamatan untuk menampung APBD DKI Jakarta 2013. Persoalan 'patgulipat' dana sebesar 180 miliar terungkap setelah beredar dokumen pengeluaran cek dari Bank DKI kepada salah satu pejabat Pemda DKI. Perintah pencairan cek tersebut diduga dari Kepala Dinas PU Manggas Rudi Siahaan dan dicairkan sebelum tutup anggaran Desember 2013.

Adapun potensi korupsi tersebut terendus dari mekanisme penyerahan anggaran yang dikirim melalui rekening pribadi ke sejumlah kepala seksi.Total anggaran yang ditransfer ke seluruh kecamatan di DKI Jakarta  mencapai Rp 39 miliar dari Rp180 miliar.

Dihubungi terpisah  Pengamat Perkotaan dari Koordinator Indonesia For Transparency And Akuntability (INFRA) Agus Chaerudin menilai kasus penyelewengan dana APBD di Dinas PU merupakan bukti pelanggaran Undang-Undang serta tata kelola administrasi keuangan Pemprov DKI. Ahok selaku  Plt Gubernur DKI harus tegas dalam menindak pelaku kasus tersebut.

"Kasus indikasi KKN di Dinas PU DKI senilai 180 Miliar  merupakan bukti carut marutnya serta pelanggaran Undang-Undang dan sistem tata administrasi keuangan Pemprov DKI era Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok. Selain itu, ini sekaligus membuktikan bahwa mereka tak seamanah jargon Visi dan Misi saat Pilkada dan bukti era kepemimpinan Jakarta Baru (JB) tidak faham administrasi negara yang berlaku," ujar Agus.

Agus  mempertanyakan sikap pihak KPK dan Kejaksaan yang seakan tutup mata terhadap kasus tersebut kendati kasus telah diketahui masyarakat luas. Menurutnya dalam hal ini, KPK terlihat pilih kasih dalam menuntaskan setiap kasus yang ada di Pemprov DKI.

"Lebih aneh sikap KPK yang katanya dilibatkan dalam pengawasan APBD sejak penyusunan, dengan munculnya kasus-kasus i APBD Tahun Anggaran 2013 (bustransjakarta RP 1.2 T dan Dinas PU Rp 180M) sampai sekarang  tak juga bergerak untuk melakukan penyelidikan. Hal ini jika dikaitkan dengan masalah kontroversi indikasi berpihaknya Abraham Samad pada salah satu Capres. Ini lebih membuktikan Komisioner KPK bersikap pilih kasih dalam menuntaskan kasus indikasi KKN APBD di Pemprov DKI," terangnya.

(Robbi/ SS/Zamzam)                                            
Analisa  :
Profesi akuntansi sudah memiliki prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntansi Indonesia ) , jadi seharusnya sebagai seseorang yang bekerja dalam bidang profesi akuntansi ini sangat harus sekali memperhtikan dan melaksanakan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan tersebut, lebih baik lagi kalau tidak melanggar ataupun melaksanakan walaupun hanya sedikit keluar dari prinsip tersebut. Tetapi dalam artikel ini, terlihat perilaku yang dilakukan oleh BPK dalam memeriksa laporan keuangan DINAS PU ini tidak sesuai dengan prinsip yang seharusnya diterapkan oleh seorang auditor, lebih jelasnya kesalahan yang dilakukan BPK, dapat dirinci kedalam 7 prinsip profesi akuntansi dibawah ini :
1.       Tanggung Jawab Profesi Akuntansi
Sebagai Badan Pemeriksa Keuangan seharusnya mempunyai tanggung jawabnya sebagai profesional. Sebagai profesional, setiap anggota BPK mempunyai peran penting dalam masyarakat. Dalam hal ini, BPK sangat bertanggungjawab sekali kepada masyarakat, karena dana yng dihitung termasuk uang masyarakat didalamnya sehingga seharusnya BPK DKI apabila menemukan kejanggalan dalam laporannya, harus segera melaporkan hasil dari pemeriksaannya dilaporkan langsung ke penegak hukum bukan ke bagian dinasnya karena hal ini merupakan kepentingan publik bukan kepentingan golongan. Selain itu, BPK DKI seharusnya dapat menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan , bukannya terus diundur terus laporannya.

2.       Kepentingan Publik
Sebagai Badan Pemeriksa Keuangan DKI setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan  kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan atas profesionalisme. Tetapi dalam artikel ini BPK DKI menghambat kepentingan publik karena mengulur-ulur waktu yang telah ditetapkan untuk melaporkan hasil audit, seharusnya audit dilakukan hanya dalam satu bulan tetapi sebulan lebih BPK belum melaporkan hasilnya kepada publik, sehingga adanya dugaan penyimpangan APBD DKI perubahan tahun 2013 sebesr Rp. 180M belum dapat terungkap. Apabila hal ini sebenarnya sudah terungkap oleh BPK adanya kesalahan dalam laporan keuangan tetapi memberikannya bukan langsung ke publik melainkan ke dinas DKI, hal ini sangat berdampak buruk bagi kepentingan publik karena bisa saja BPK bekerja sama dengan bagian Dinas DKI nya.

3.       Integritas
Integritas seorang profesi akuntansi disini berguna untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggungjawabnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sudah merusak integritas sebagai prinsip profesinya, karena bagaimana bisa meningkatkan kepercayaan publik, kalau BPK DKI terus mengundur waktu hasil pemeriksaan laporan keuangan yang sudah menjadi tanggungjawabnya sebagai BPK DKI yang harusnya lebih mengutamakan kepentingan publik.

4.       Objektivitas
Prinsip seorang profesi akuntansi yang satu ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pihak lain.  Dalam kasus ini, adanya potensi korupsi yang dilakukan DINAS PU DKI sebenarnya lebih besar terlihat, tetapi kenapa auditor sangat lamban dalam memeriksa laporan keuangan. Seharusnya disini BPK DKI bersikap objektivitas sebagai seorang profesi akuntansi publik dan tidak berada dibawah pihak DINAS PU DKI, karena dalam artikel ini seperti terlihat adanya kerjasama seperti Kadinas yang memberikan alasan masih menunggu hasil audit yang akan dikeluarkan oleh BPK DKI. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sangat lambat atau sengaja memperlambat mengeluarkan hasil pemeriksaannya, mungkin karena adanya kejanggalan yang terjadi dalam hal ini. Dalam kasus ini BPK DKI tidak mencerminkan prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.

5.       Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Sebuah Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, namun BPK DKI dilihat tidak kompetensi dalam melakukan pemeriksaan kepada DINAS PU DKI ini, karen sebagai auditor seharusnya BPK DKI menuangkan pengalamannya dalam mengaudit laporan keuangan tanpa membedakan laporan keuangna siapa yang diperiksanya. Selain Kompetensi, kehati-hatian pofesional juga harus dimiliki seorang auditor. Sikap kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggungjawab profesinya dengan kompetensi dan ketekunan. Tetapi dalam hal ini BPK DKI dinilai tidak berhati-hati karena tidak bertanggungjawab atas profesinya dengan tekun dengan juga patuh.

6.       Perilaku Profesional
Dalam hal ini BPK DKI dinilai tidak memiliki perilaku profesional, seharusnya sebagai auditor yang profesional seharusnya tidak memilih dalam mengaudit dan bersikap adil atas siapa saja yang diauditnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI dikatakan tidak profesional karena terlalu lama mengulur waktu dalam melaporkan hasil pemeriksaan.

7.       Standar Teknis
Standar teknis disini adalah dimana seorang auditor harus menjalankan setiap standar yang telah dikeluarkan oleh IAI. Dikarenakan BPK DKI telah keluar jalur dari prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI jadi BPK DKI tidak sesuia dengan standar sebagai auditor yang telah ditetapkan standarnya oleh IAI dalam kasus ini.

SUMBER  :