Selasa, 20 Januari 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI (SOFTSKILL)

Nama                :  Desty Meilika Krisfani Lastriana
Kelas                 :  4eb19
NPM                  :  28211752
Harian              :  Harianterbit.com
Tema Artikel  :  Korupsi

Judul Artikel   :  Audit Penyimpangan Dana Dinas PU, BPK DKI Jangan Menutup-nutupi

 


Jakarta, Hanter - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta diminta tidak menutup-nutupi audit kasus Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) DKI Jakarta terkait dugaan penyimpangan APBD DKI Perubahan tahun 2013 sebesar Rp180 Miliar.  Sebab, audit dilakukan lebih dari satu bulan  dan seharusnya hasil audit sudah dapat dipublikasikan.

"Kelihatannya memang BPK menutupi kasus di Dinas PU DKI yang sampai saat ini belum mengeluarkan hasil audit penyimpangan dana sebesar Rp180 milliar di Dinas PU DKI Jakarta. Padahal hasil audit sangat penting untuk menentukan ada atau tidak kerugian negara," ujar Ketua Jakarta Procument Monitoring (JPM) Ivan Parapat dihubungi Harian Terbit.

Menurutnya, jika BPK memperlambat atau menutup-nutupi audit kasus tersebut, BPK sama saja telah menghambat proses hukum.Karena bagaimanapun aparat penegak hukum tidak bisa melakukan proses penyelidikan dan  penyidikan jika BPK tidak menyerahkan hasil audit. "Disini kita lihat apakah BPK berani dan profesional mengaudit penggunaan dana di Dinas PU tersebut," ujarnya.

Dia mengatakan, BPK DKI dituntut profesional dalam melakukan audit kasus tersebut. Sebab, sebagai lembaga pemerintahan tidak sepatutnya berpihak kepada kepentingan golongan maupun pihak tertentu. Tetapi selayaknya  berpihak kepada kepentingan masyarakat. "Kalau BPK profesional, hasil audit itu sudah dikeluarkan. Bukannya lama seperti ini," ujarnya

Menurutnya pernyataan Kepala Dinas PU DKI Jakarta Manggas Rudi Siahaan yang selalu berdalih bahwa kasus sedang diaudit BPK, dapat diindikasikan  ada dugaan korupsi dalam kasus tersebut. "Apabila BPK sudah keluarkan hasil auditnya, sebaiknya  jangan langsung di kasih ke Dinas PU. Tertap langsung saja dipublikasikan ke masyarakat. Hal itu untuk mencegah terjadi kongkalikong kasus antara BPK dengan Dinas PU," ungkapnya.

Bahkan, tambahnya, apabila BPK dalam hasil auditnya benar-benar menemukan adanya indikasi korupsi, maka BPK bisa langsung menyerahkan  ke penegak hukum. "BPK bisa juga serahkan hasil auditnya ke KPK, Kejati DKI atau Kepolisian," tuturnya.

Sebelumnya Kadis PU DKI  Manggas Rudi Siahaan dalam pesan singkat  kepada Harian Terbit mengatakan, sesuai press release 16 Mei 2014 ke semua media on line dan media cetak, tidak ada perintah dan instruksi Kepala Dinas PU kepada Kepala Seksi (Kasie) Kecamatan. Yang ada adalah instruksi No 365 Tahun 2013 kepada eselon III Kabid, Kasudin untuk melaksanakan kegiatan diatas Rp 100 juta menggunakan rekening Bank DKI, bukan rekening pribadi. “Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan BPK RI atas hal ini. Dinas PU menunggu hasil pemeriksaan BPK RI,” ujar Rudi, kemarin.

Sebagaimana diberitakan Kepala Dinas PU DKI  telah memerintahkan pembukaan rekening pribadi kepada Kasie PU di 44 kecamatan untuk menampung APBD DKI Jakarta 2013. Persoalan 'patgulipat' dana sebesar 180 miliar terungkap setelah beredar dokumen pengeluaran cek dari Bank DKI kepada salah satu pejabat Pemda DKI. Perintah pencairan cek tersebut diduga dari Kepala Dinas PU Manggas Rudi Siahaan dan dicairkan sebelum tutup anggaran Desember 2013.

Adapun potensi korupsi tersebut terendus dari mekanisme penyerahan anggaran yang dikirim melalui rekening pribadi ke sejumlah kepala seksi.Total anggaran yang ditransfer ke seluruh kecamatan di DKI Jakarta  mencapai Rp 39 miliar dari Rp180 miliar.

Dihubungi terpisah  Pengamat Perkotaan dari Koordinator Indonesia For Transparency And Akuntability (INFRA) Agus Chaerudin menilai kasus penyelewengan dana APBD di Dinas PU merupakan bukti pelanggaran Undang-Undang serta tata kelola administrasi keuangan Pemprov DKI. Ahok selaku  Plt Gubernur DKI harus tegas dalam menindak pelaku kasus tersebut.

"Kasus indikasi KKN di Dinas PU DKI senilai 180 Miliar  merupakan bukti carut marutnya serta pelanggaran Undang-Undang dan sistem tata administrasi keuangan Pemprov DKI era Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok. Selain itu, ini sekaligus membuktikan bahwa mereka tak seamanah jargon Visi dan Misi saat Pilkada dan bukti era kepemimpinan Jakarta Baru (JB) tidak faham administrasi negara yang berlaku," ujar Agus.

Agus  mempertanyakan sikap pihak KPK dan Kejaksaan yang seakan tutup mata terhadap kasus tersebut kendati kasus telah diketahui masyarakat luas. Menurutnya dalam hal ini, KPK terlihat pilih kasih dalam menuntaskan setiap kasus yang ada di Pemprov DKI.

"Lebih aneh sikap KPK yang katanya dilibatkan dalam pengawasan APBD sejak penyusunan, dengan munculnya kasus-kasus i APBD Tahun Anggaran 2013 (bustransjakarta RP 1.2 T dan Dinas PU Rp 180M) sampai sekarang  tak juga bergerak untuk melakukan penyelidikan. Hal ini jika dikaitkan dengan masalah kontroversi indikasi berpihaknya Abraham Samad pada salah satu Capres. Ini lebih membuktikan Komisioner KPK bersikap pilih kasih dalam menuntaskan kasus indikasi KKN APBD di Pemprov DKI," terangnya.

(Robbi/ SS/Zamzam)                                            
Analisa  :
Profesi akuntansi sudah memiliki prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntansi Indonesia ) , jadi seharusnya sebagai seseorang yang bekerja dalam bidang profesi akuntansi ini sangat harus sekali memperhtikan dan melaksanakan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan tersebut, lebih baik lagi kalau tidak melanggar ataupun melaksanakan walaupun hanya sedikit keluar dari prinsip tersebut. Tetapi dalam artikel ini, terlihat perilaku yang dilakukan oleh BPK dalam memeriksa laporan keuangan DINAS PU ini tidak sesuai dengan prinsip yang seharusnya diterapkan oleh seorang auditor, lebih jelasnya kesalahan yang dilakukan BPK, dapat dirinci kedalam 7 prinsip profesi akuntansi dibawah ini :
1.       Tanggung Jawab Profesi Akuntansi
Sebagai Badan Pemeriksa Keuangan seharusnya mempunyai tanggung jawabnya sebagai profesional. Sebagai profesional, setiap anggota BPK mempunyai peran penting dalam masyarakat. Dalam hal ini, BPK sangat bertanggungjawab sekali kepada masyarakat, karena dana yng dihitung termasuk uang masyarakat didalamnya sehingga seharusnya BPK DKI apabila menemukan kejanggalan dalam laporannya, harus segera melaporkan hasil dari pemeriksaannya dilaporkan langsung ke penegak hukum bukan ke bagian dinasnya karena hal ini merupakan kepentingan publik bukan kepentingan golongan. Selain itu, BPK DKI seharusnya dapat menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan , bukannya terus diundur terus laporannya.

2.       Kepentingan Publik
Sebagai Badan Pemeriksa Keuangan DKI setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan  kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan atas profesionalisme. Tetapi dalam artikel ini BPK DKI menghambat kepentingan publik karena mengulur-ulur waktu yang telah ditetapkan untuk melaporkan hasil audit, seharusnya audit dilakukan hanya dalam satu bulan tetapi sebulan lebih BPK belum melaporkan hasilnya kepada publik, sehingga adanya dugaan penyimpangan APBD DKI perubahan tahun 2013 sebesr Rp. 180M belum dapat terungkap. Apabila hal ini sebenarnya sudah terungkap oleh BPK adanya kesalahan dalam laporan keuangan tetapi memberikannya bukan langsung ke publik melainkan ke dinas DKI, hal ini sangat berdampak buruk bagi kepentingan publik karena bisa saja BPK bekerja sama dengan bagian Dinas DKI nya.

3.       Integritas
Integritas seorang profesi akuntansi disini berguna untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggungjawabnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sudah merusak integritas sebagai prinsip profesinya, karena bagaimana bisa meningkatkan kepercayaan publik, kalau BPK DKI terus mengundur waktu hasil pemeriksaan laporan keuangan yang sudah menjadi tanggungjawabnya sebagai BPK DKI yang harusnya lebih mengutamakan kepentingan publik.

4.       Objektivitas
Prinsip seorang profesi akuntansi yang satu ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pihak lain.  Dalam kasus ini, adanya potensi korupsi yang dilakukan DINAS PU DKI sebenarnya lebih besar terlihat, tetapi kenapa auditor sangat lamban dalam memeriksa laporan keuangan. Seharusnya disini BPK DKI bersikap objektivitas sebagai seorang profesi akuntansi publik dan tidak berada dibawah pihak DINAS PU DKI, karena dalam artikel ini seperti terlihat adanya kerjasama seperti Kadinas yang memberikan alasan masih menunggu hasil audit yang akan dikeluarkan oleh BPK DKI. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sangat lambat atau sengaja memperlambat mengeluarkan hasil pemeriksaannya, mungkin karena adanya kejanggalan yang terjadi dalam hal ini. Dalam kasus ini BPK DKI tidak mencerminkan prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.

5.       Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Sebuah Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, namun BPK DKI dilihat tidak kompetensi dalam melakukan pemeriksaan kepada DINAS PU DKI ini, karen sebagai auditor seharusnya BPK DKI menuangkan pengalamannya dalam mengaudit laporan keuangan tanpa membedakan laporan keuangna siapa yang diperiksanya. Selain Kompetensi, kehati-hatian pofesional juga harus dimiliki seorang auditor. Sikap kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggungjawab profesinya dengan kompetensi dan ketekunan. Tetapi dalam hal ini BPK DKI dinilai tidak berhati-hati karena tidak bertanggungjawab atas profesinya dengan tekun dengan juga patuh.

6.       Perilaku Profesional
Dalam hal ini BPK DKI dinilai tidak memiliki perilaku profesional, seharusnya sebagai auditor yang profesional seharusnya tidak memilih dalam mengaudit dan bersikap adil atas siapa saja yang diauditnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI dikatakan tidak profesional karena terlalu lama mengulur waktu dalam melaporkan hasil pemeriksaan.

7.       Standar Teknis
Standar teknis disini adalah dimana seorang auditor harus menjalankan setiap standar yang telah dikeluarkan oleh IAI. Dikarenakan BPK DKI telah keluar jalur dari prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI jadi BPK DKI tidak sesuia dengan standar sebagai auditor yang telah ditetapkan standarnya oleh IAI dalam kasus ini.

SUMBER  : 



Minggu, 30 November 2014

ANALISA PENTINGNYA PENERAPAN STANDAR AUDITING UNTUK MENILAI ETIKA DIDALAM PROFESI AKUNTANSI



ANALISA PENTINGNYA PENERAPAN STANDAR AUDITING UNTUK MENILAI ETIKA DIDALAM PROFESI AKUNTANSI

Desty Meilika Krisfani Lastriana
Universitas Gunadarma

Abstraksi
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan apa saja standar didalam auditing yang dapat mempengaruhi atau menilai etika-etika didalam profesi akuntansi serta hubungannya standar audit yang dapat menentukan apakah etika seorang auditor sudah baik apa belum. Pada penulisan ini, metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara tinjauan pustaka atau mencari serta mengumpulkan berbagai macam tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan penulisan ini. Hasil dari penulisan ini, menunjukkan bahwa standar auditing yang telah ditetapkan oleh IAI sangat penting didalam menilai etika profesi akuntansi dikarenakan standar yang ditetapkan didalam audit dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap etika seorang auditor. Banyaknya auditor-auditor yang masih menyimpang dari standar auditing yang telah ditetapkan sehinnga etika seorang auditor masih buruk atau belum memenuhi standar seorang auditor, maka dari itu penulis membuat penulisan yang berjudul ANALISA PENTINGNYA PENERAPAN STANDAR AUDITING UNTUK MENILAI ETIKA DIDALAM PROFESI AKUNTANSI. Penulisan ini sangat diharapkan sekali mampu memberikan masukan kepada para profesi akuntansi agar tidak melanggar etika dalam profesinya tersebut, dengan menerapkan standar audit yang telah ditetapkan oleh IAI. Hal ini juga dapat membuat laporan keuangan yang dihasilkan dapat memuaskan instansi yang diauditnya, karena etika yang dimilikinya.
Kata Kunci : Standar Audit, Etika Profesi Akuntansi, IAI
PENDAHULUAN
Perkembangan perekonomian saat ini mengarah pada globalisasi, dengan kebebasan persaingan usaha diantara negara-negara di dunia. Majunya perkembangan ini, memberi dampak juga bagi seorang jasa audit dan profesi auditor independen atau akuntan publik di Indonesia. Adanya kebutuhan akan laporan keuangan yang memadai dan juga dapat dipertanggungjawabkan  kepada masyarakat, membawa banyak perusahaan tergantung pada jasa audit yang ditawaran oleh auditor independen. Oleh karena itu, demi menjaga kepercayaan masyarakat, auditor independen selayaknya memberikan jasa dengan kualitas terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang baik, para auditor harus memperhatikan standar auditing yang telah ditetapkan agar etika yang dimiliki oleh auditor tersebut dapat dinilai baik.
Jika etika yang dimiliki seorang auditor sudah baik dan memenuhi standar-standar auditing yang telah ditetapkan, maka kualitas atau hasil laporan keuangan yang dihasilkan oleh auditor tersebut mempunyai kualitas yang baik juga. Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor independen dalam menerapkan Kode Etik Profesi Akuntansi Publik. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam setiap Kantor Akuntan Publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia ( IAPI ) maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang memberikan jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Dengan adanya Kode Etik Profesi Akuntan Publik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor independen telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya. Kode etik profesi Akuntan Publik terdiri dari dua bagian yaitu bagian A dan bagian B.
Namun, tidak diterapkannya etika profesi akuntansi ini kepada auditor dalam mengaudit akan membuat hal yang sangat fatal, misalnya nama baik instansi perusahaan yang diaudit oleh seorang auditor yang tidak mempunyai etika akan membuat buruk nama instansi tersebut karna laporan keuangan yang dihasilkannya tidak sesuai dengan yang sesungguhnya. Auditor yang tidak mempunyai etika dalam menerapkan standar-standar yang telah ditetapkan, biasanya mempunya sifat yang egois atau mementingkan kepentingan sendiri untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Selain itu juga biasanya ada dorongan-dorongan dari orang lain untuk berbuat tindakan yang tidak etis tersebut.
Di Indonesia juga masih banyak kasus-kasus yang melakukan pelanggaran etika profesi Akuntansi, misalnya Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron, Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono, Kasus Mulyana W Kusuma, Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya. Dari kasus-kasus tersebut, semua itu karena profesi akuntansi tidak mematuhi etika yang ada yang telah ditetapkan oleh standar etika profesi masing-masing tersebut. Dari masalah-masalah tersebut penulis  menuangkan ide tentang ini dan membentuknya menjadi paper yang berjudul “ANALISA PENTINGNYA PENERAPAN STANDAR AUDITING UNTUK MENILAI ETIKA DIDALAM PROFESI AKUNTANSI”.
TUJUAN PENELITIAN
Penulis bertujuan untuk menginformasikan betapa pentingnya menerapkan etika seorang auditor yang telah ditetapkan oleh standar audit yang telah ditetapkan oleh IAI
METODELOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah berupa da deskriptif, yaitu untuk menggambarkan objek sesuai dengan apa adanya atau penelitian berupa penelitian non eksperimen. Penelitian ini akan dilakukan dengan menelaah suatu kasus , kemudian memberikan tanggapan atas kasus tersebut lalu dikembangkan lagi dengan teori yang mudah dipahami, agar dapat lebih jelas menjelaskan akan pentingnya etika bagi seorang profesi akuntansi dalam melakukan sebuah pekerjaannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Etika
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Istilah kode etik kemudian muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang profesional ketika menjalankan profesinya. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, Akuntan juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau batasan-batasan ketika seorang Akuntan menjalankan perannya.
Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
Pengertian Auditor

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1.      Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah
  1. Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
  2. Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Kode Etik Profesi Auditor
Mukadimah prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi :
Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik :
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas :
Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektifitas :
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional :
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional :
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis :
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. 

isi dari ke sepuluh standar tersebut adalah : 

-          Standar Umum
  1. Proses audit harus dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis sebagai auditor.
  2. Seorang Auditor harus mempertahankan dan mengedepankan sesuatu yang berhubungan dengan Independensi dan Perikatan.
  3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran ilmuya secara profesional dengan cermat dan seksama.
-          Standar pekerjaan lapangan
  1. Pekerjaan mengaudit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
  2. Pemahaman mengenai pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan saat mengaudit.
  3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
-          Standar pelaporan
  1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi di Indonesia yang berlaku umum
  2. Laporan auditor harus menunjukkan  jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
  3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
  4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan diambil satu kasus dari 5 kasus yang sebelumnya sudah diberitahukan, yaitu kasus Mulyana W Kusuma. Drs. Mulyana Wira Kusumah ([1]) adalah seorang akademisi Indonesia, Kriminolog Universitasndonesia dan anggota Komisi Pemilihan Umum 2001-2017.
Salah satu kasus yang menyita perhatian publik Indonesia pada awal bulan April ini adalah kasus Mulyana W Kusumah, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diduga melakukan tindakan usaha penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan,  badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan  penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang  bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain  berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
ANALISIS
Jadi analisis yang dapat dijelaskan dari kasus tersebut adalah Sebagaimana dinyatakan Socrates bahwa yang dimaksud dengan tindakan etis adalah tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Benar dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari sisi tujuan yang akan dicapai.
Dalam praktik hidup sehari-hari, teoritisi di bidang etika menjelaskan bahwa dalam kenyataannya, ada dua pendekatan mengenai etika ini, yaitu pendekatan deontological dan pendekatan teleological. Pada pendekatan deontological, perhatian dan fokus perilaku dan tindakan manusia lebih pada bagaimana orang melakukan usaha (ikhtiar) dengan sebaik-baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, pada pendekatan teleological, perhatian dan fokus perilaku dan tindakan manusia lebih pada bagaimana mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya, dengan kurang memperhatikan apakah cara, teknik, ataupun prosedur yang dilakukan benar atau salah.
Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus keuangan KPU maupun auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-perusahaan, baik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan.
Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi. Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus Mulyana W Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak), melanggar etika atau tidak.
Dari sisi independensi dan objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada  prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya. Sebagai seorang auditor BPK seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam  profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi.
Tampak sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan profesionalnya, sehingga dia menganggap untuk mengungkap kebenaran bisa dilakukan segala macam cara, termasuk cara-cara tidak etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah terjadi, yaitu dengan  jebakan. Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa  berat memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Maka dari itu etika sangat penting sekali, bukan hanya untuk profesi akuntansi saja melainkan untuk semua profesi membutuhkan etika. Namun pada penulisan ini, membahas etika seorang auditor yang seharusnya dia tidak melanggar standar-standar etika audit yang sudah ditetapkan oleh IAI sebelumnya, hal ini dilakukan agar tidak terjadi masalah didalam mengaudit.

Sumber :




Kamis, 20 November 2014

ETIKA PROFESI AKUNTANSI (TUGAS 9)



PERKEMBANGAN STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Profesi akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Persyaratan yang  harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.     Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2.     Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3.     Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
4.     Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5.     Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.

Menurut Baily, perkembangan etika profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode, yaitu:
1.     Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan, yaitu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.Yang kemudian keduanya dibandingkan. Tujuannya adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.

2.     Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal, sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan. Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.

3.     Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.

4.     Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain. Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).