Minggu, 08 April 2012

TRIAS POLITIKA

TRIAS POLITICA

            Kata Trias Politica ini berasala dari bahasa Yunani yaitu Tri yang artinya tiga, As yang artinya poros atau pusat, dan politica yang artinya kekuasaan, Jadi Trias Politica itu suatu pusat kekuasaan yang dibagi menjadi tiga bagian kekuasaan. Tiga bagian kekuasaan yang dipisah dalam sebuah Negara ini adalah kekuasaan legislative, yudikatif, dan kekuasaan eksekutif. Konsep dari Trias Politika ini berkembang sekitar abad 17 dan 18 M yang merupakan suatu gagasan atau ide yang ada di dalam Demokrasi Barat, yaitu di Negara Eropa. Trias Politika ini sendiri bertujuan agar tidak ada suatu pelimpahan kekuasaan terhadap orang yang sama sehingga dapat terhindar dari penyalahgunaan dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Dengan adanya Trias Politika ini menjadikan terpisahnya 3 bentukan kekuasaan di dalam pemerintahan, hal tersebut sangat diharapkan agar dapat membuat jalannya pemerintahan Negara tidak timpang, terhindar dari segala berbagai macam korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan dapat memuncukan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Tetapi Walaupun demikian, berdasarkan dari kenyataan- kenyataan yang ada, jalannya Trias Politika di setiap negara tidak selamanya berjalan lancar atau tidak ada halangan dalam setiap pekerjaannya, karena terkadang hal ini dapat membuat kesalahn-kesalahan juga.
            Sekitar abad pertengahan ( kira-kira sekitar tahun 1000-1500 M ), kekuasaan politik ini menjadi bahan perselisihan antara Monarki(raja/ratu), pimpinan gereja, dan para kaum bangsawan. Seringkali bangsa Eropa dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuasaan politik ini. Sebagai koreksi atas keridakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang bertujuan melakukan pemisahan kekuasaan.
            Tokoh-tokoh sepertiJohn Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu Negara/ kerajaan harus diberlakukan. Meski pemikiran mereka semua saling bertolak belakang, tetapi tinjauan ulang mereka atas relasi kekuasaan Negara cukup berharga untuk diperhatikan. Dan dalam artikel ini akan saya bahas tentang pemikiran dari John Locke dan Montesquieo saja.
1.      John Locke (1632-1704)
John Locke lahir di sebuah desa di Somerset Utara, Inggris Barat pada tanggal 29 Agustus 1632. Kelahiranya itu bertepatan pada saat Negara Eropa dilanda perang saudara juga perang agama anatar kaum protestan dengan kaum Katolik. Dari insiden inilah kemudian lahir doktrin-doktrin monarki yang absolute pada system pemerintahan. Dimana,ilahiah dan suci. Selain itu monarki absolute dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang sesuai dengan hokum alam dimana berakar pada tradisi otoritas paternal, copy dari kerajaan Tuhan di bumi, serta merupakan cerminan kekuasaan yang tnggal. Kemudian muncul anti tesis dari pemikiran Locke yang menentang pemikiran Sir Robert Filmer yang mempertahankan pemikirannya tentang kekuasaan absolutetersebut. Antitesisnya antara lain:
-          Kitab suci tidak membenarkan kekuasaan tirani dimana terdapat pembatasan-pembatasan kekuasaan yang bersifat sekuler
-          Kekuasaan penguasa bukan berasal daru Tuhan atau diwariskan turun-menurun tetapi kekuasaan merupakan produk perjanjian social antara warga Negara denngan penguasa Negara
-          Kekuasaan absolute antithesis kebebasam
-          Manusia dilahirkan dengan kesamaan derajat
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus ( Karya Besar) yang Ia tulis berjudul “Two Treatises of Government” yang terbit tahun 1960. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property).” Oleh sebab itu, Negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut.
Realitas yang terjadi pada saat Locke masih hidup, milik setiap orang, terutama kaum bangsawan, berada dalam posisi rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Seringkali raja secara sewenang-wenang melakukan akusisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, tidak mengherankan kalangan bangsawan kadang melakukan perang dengan rajaakibat persengketaan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.
Negara ada dengan tujuuan utama yaitu untuk melindungi milik pribadi dari sernagn individu lain, demikian tujuan Negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya pemisahan kekuasaan, pemisahan yang tidak ditangan raja/ratu secara terus- menerus. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah legislative, eksekutif dan federative.
·         Kekuasaan legislative adalah kekuasaan untuk membuat Undang-Undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai.untuk situasi “damai” tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudnya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk kedalam kategori struktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Iinggris.
·         Eksekutive adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaaan eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan kepada raja/ratu.
·         Federative adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan Negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangn liga perang, aliansi politik luar negri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar dan sejenisnya. Sebab kekuasaan ini adalah adanya alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris, sebagai kekuasaan eksekutive.

Dari pemikirab John Locke dapat ditarik kesimpulan  bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran dari Locke ini kemudian disempurnakan oleh rekan prancisnya, yaitu Montesquieu.
2.Montesquieu(1689-1755)                                                                                                                                                                             
Montesquieu yang memiliki nama panjang Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu. Lahir pada tanggal 18 January 1689 di Bordeaux dan wafat pada tanggal 10 February 1755. Dia mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam Magnum Opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1948.
Montesquieu membedakan tiga funsi Negara, yaitu fungsi legislative, eksekutif dan yudikatif. Tiga fungsi itu dibagi atas tiga pemegang kekuasaan. Menurutnya, ketiga jenis kekuasaan itu haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya.
·         Kekuasaan legislative menurut Montesquieu adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang.
·         Kekuasaan eksekutif meliputi penyelenggaraan undang-undang (tetapi oleh Montequieu diutamakan tindakan dibidang politik luar negri).
·         Sedangkan kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas terjadinya suatu pelanggaran terhadap undang-undang.
Pembagian ini telah dimulai Locke, tetapi Locke tidak mengemukakan masalah yudikatif. Menurut Locke kekuasaan Negara dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislative, eksekutif, dan federative, yang masing-masing terpisah satu sama lainnya. Berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif kedalam kekuasaan eksekutive, Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif) itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan karena dalam pekerjaannya sehari-hari sebagai seorang hakim, Monstequieu mengetahui bahwa kekuasaan eksekutif ituberlainan dengan kekuasaan pengadilan. Sebaliknya oleh Monstequieu kekuasaan hubungan luar negri yang disebut Locke sebagai kekuasaab federative, dimasukkan kedalam kekuasaan eksekutive.
            Montesquieu mengemukakan alasan mengapa Ia membagi ketiga kekuasaan tersebut, karena bersangkut paut dengan apa yang disebut dari kemerdekaan. Pembagian tersebut adalah untuk menjamin adanya kemerdekaan. Seperti yang dikatakan olehnya, adalah sebagai berikut :
Apabila kekuasaan legislative dan eksekutive disatukan pada tangan yang sama, ataupun pada badan-badan penguasa yang sama, tidak mungkin terrdapat kemerdekaan. Juga tidak akan bisa juga ditegakkankemerdekaan itu bila kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislative dan eksekutif. Apabila kekuasaan mengadili ini digabungkan pada kekuasaan legislative, kehidupan dan kemerdekaan kaulan-negara akan dikuasai oleh pengawasansesuka hati, oleh sebab itu hakim akan menjadi orang yang membuat undang-undang pula. Apabila kekuasaan digabungkan dengan kekuasaan eksekutif, hakim itu akam bersikap dan bertindakdengan kekerasan dan penindasan. Akan berakhir pulalah segala-galanyaapabila orng-orang yang itu juga ( apakah badan ini terdiri dari kaum bangsawan atau rakyat banyak) yang akan menjalankan ketiga macam kekuasaan itu”
Doktrin Monstequieu banyak mempengaruhi orang Amerika pada masa undang-undang dasarnya dirumuskan,m sehingga dokumen itu dianggap yang paling banyak mencerminkanTrias Politicadalam konsep aslinya. Misalnya presiden Amerika tidak dapat diatuhkan oleh Congress selama masa jabatan empat tahun. Di lain pihak, Congress tidak dapat dibubarkan oleh pemerintah. Di Negara-negara benua Eropa sepeti Jerman, dan Belanda, doktrin trias politica memainkan peranan yang penting dan terutama relah mempengaruhi perumusan-perumasan mengenai Negara hokum klasik dari sarjana-sarjana hokum seperti Kant dan Fichte. Akan tetapi di Inggris, yang menuurut Monsteuquieu merupakan suri tauladan dari system pemerintahan brdasarkan Trias Politika, sama sekali tidak ada pemisahan kekuasaan, malahan terlihat adanya suatu perjalinan yang erat antara badan eksekutive dan bada legislative.
Dari contoh-contoh tersebut, terlihat jelas bahwa pelaksanaan konsep Trias Politika dalam konsep aslinya, sukar sekali diselenggarakan di dalam praktik. Seperti digambarkan oleh Kant dan Fichte, yang tugasnya tidak lain dari mempertahankan dan melindungi ketertiban social dan ekonomiberdasarkan asa Laissez Faire, laissed aller. Menurut Kant dan Fichte campur tangan Negara dalam perekonomian dan segi-segi lain kehidupan social itu tidak dibenarkan (staatsonthouding), oleh karena pemerintah hanya dianggap sebgai “penjaga malam” semata-mata. Selain itu, di Negara abad 20 dimana kehidupan ekonomi dan social menjadi kompleks serta badan eksekutif mengatur hamper semua aspek kehidupan masyarakat. Trias Politika dalam arti “pemisahan kekuasaan” tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan berkembangnya suatu konsep mengenai Negara kesejahteraan, diamana pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, dan menyelenggarakan perencanaan perkembangan ekonomi dan social secara menyeluruh, maka fungsi kenegaraan sudah jauh melebihi dari tiga macam fungsi yang disebut Monstequieu. Oleh karena keadaan tersebut, maka ada kecenderungan untuk menfasirkan Trias Politika tidak lagi sebagai “pemisahan kekuasaan” tetapi sebagai “pembagian kekuasaan” yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang dibedakan menurut sifatnyaserta diserahkan kepada badan yang berbeda (distinch hands), tetapi untuk selebihnya kerja sama diantara fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi.
Monstequieu mengungkapkan bahwa setiap kekuasaan yang dibagi pada tiga kekuasaan tersebut, masing-masing berjalan saling mengawasi dan menghambat dari adanya penyeleweengan. Karena apabila tidak dijalankan seperti itu, maka kemerdekaan tidak dapat diajga, yang ada akan terjadi sebuah despotism atau kekuasaan yang sewenang-wenang.
Menurut Monstequieu, yang disebut kemerdekaan bukanlah kemerdekaan yang sesuka hati yang memberikan hak kepda seseorang untuk mengangkat senjata, dan oleh sebab itu, memaksakan kehendaknya dalam segala kekerasan terhadap orang lain. Tapi menurutnya, kemerdekaan adalah untuk berbuat apa yang dibenarkan atau diizinkan oleh hokum. Menurut Suhelmi, hokum memiliki dua sifat, yaitu bersifat umum dan khusus. Hokum bersifat khusus artinya, dalam penerapan hokum dalam suatu kontekssocial tertentu perlu melihat aspek-aspek seperti iklim, letak geografis, dan adat istiadat masyarakat. Tempat diberlakukannya hukum itu, kalau tidak penerapan hukum tidak akan efektif. Meskipun terdapat kekhususan itu , adanya hukum yang bersifat universal, huum yang dapat berlaku umum di semua masyarakat.
Sehubungan dengan konsep pemiahan kekuasaaan, Monstequieu menuliskan bahwa “Dalam setiap pemerinthan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan leguskatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasaan yudikatif, mengenai hal-hal yang bergantungpada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrate mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, Ia membuat dama atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan infasi. Dengan kekuasaan ketiga, Ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut dengan kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif Negara.”

·         Fungsi kekuasaan Legislatif
Legislative adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemiliha umum yang diadakan secara periodic dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa yang dapat diikhtisarikan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaanlegislatif sebagai berikut: Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, and Representation.
  1. Lawmaking adalah fungsi untuk membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah undang-undang ketenagakerjaan, undang-undng Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Guru Dosen. Undang-Undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-Undang ini dibuat oleh DPR swtelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.
  2. Constituency Work adalah fungsi badan legislative untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/ legislative biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indonesia. Tentu saja orang yang dipilih tersebut mengemban amanatyang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi sebuah anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan disetiap kesempatan saat Ia bekerja sebagai anggota Dewan.
  3. Supervision and Critism of Government, berarti fungsi legislative untuk mengawasi jalannya pelaksanaanundang-undang oleh presiden/perdana mentri, dan segera mengkritikny apabila terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, mauoun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana mentri.
  4. Education adalah fungsi DPR untuk memeberikan pendidikan politikyang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanah dari orang yang memilihnya. Mereka harus selalu memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hamper setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televise, surat kabar, ataupun internet.
  5. Representation, merupakan fungsi dari anggota legislative untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh 300.000 orang pemilih. Nah, ke 300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dakam konteks Negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep Demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan sesak dengan 300.000 orang yang dating setiap hari ke senayan, bisa-bisa hancur gedung tersebut. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan pemilihnya. Ini masih kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.
·         Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
a.      Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya.
b.      Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu.
c.       Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer
d.      Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia.
e.       Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
f.        Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang.
  • Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut :
Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputan penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
a.       Criminal Law penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional).
b.      Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
c.       Constitution Law kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
d.      Administrative Law penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya. Sementara itu,
e.       International Law tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

#sumber :  http://euforia-arisam.blogspot.com/2010/08/trias-politica.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar