Kamis, 23 Mei 2013

HUKUM PERJANJIAN



HUKUM PERJANJIAN

Pengertian
Perjanjian adalah adanya suatu kejadian dimana seseorang membuat janji kepada orang lain atau keduanya saling membuat janji untuk melaksanakan beberapa hal. Jadi, hukum perjanjian itu adalah suatu hukum yang mengatur antara perjanjian yang telah dibuat oleh seseorang atau oleh beberapa orang tersebut dengan segala konsekuensinya.
Asas- Asas dalam Hukum Perjanjian
1.       Asas Terbuka
·         Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
·         Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”

2.       Asas Konsensualitas
·         Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata

Syarat- Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut pasal 1320 KUHPer, syarat-syaratnya adalah sbb:
1.      Syarat Subyektif :
·        Sepakat untuk mengikatkan dirinya
·        Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Didalam ps. 1330 KUHPer Golongan Orang-Orang yang tidak cakap sbb:
-          Orang –orang yang belum dewasa
-          Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
-          Mereka yang telah dinyatakan pailit;
-          Orang yang hilang ingatan.
2.      Syarat Obyektif  :
·        Mengenai suatu hal tertentu
·        Suatu sebab yang halal.

Unsur dan Bagian Perjanjian
1.      Unsur Perjanjian
·        Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif terdiri dari :
-           Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan
-           Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran
-           Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.

·        Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
-           Kewajiban debitur untuk membayar utang
-          Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab terhadap gugatan kreditur
-          Kewajiban debitur untuk membiarkan barang- barangnya dikenakan sitaan eksekusi (haftung)

2.      Bagian dari Perjanjian
·        Essensialia
Bagian –bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.
·        Naturalia
Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur.
Misalnya penanggungan.
·        Accidentalia
Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya.
Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.

Macam- Macam Perjanjian
1.      Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Perjanjian Timbal balik ( bilateral contract ) adalah suatu perjanjian yang kedua belah pihaknya diberikan hak dan kewajiban. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa dsb. Sedangkan Perjanjian Sepihak adalah perjanjian yang suatu kewajiban dipegang oleh seseorang dan hak nya yang diterima oleh orang lain. Misalnya hadiah.

2.      Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Alas Hak yang Membebani
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya menguntungkan satu pihak saja. Sedangkan Perjanjian dengan alas hak yang membenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
3.      Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas. Sedangkan Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.
4.      Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator
Perjanjian Kebendaan adalah suatu perjanjian untuk memindah tangankan hak milik dalam suatu transaksi jual beli. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.
5.      Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real
Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian yang ada karena adanya suatu kehendak diantara pihak-pihak yang berssangkutan. Sedangkan Perjanjian Real adalah suatu perjanjian yang mana tidak hanya ada kehendak antara pihak-pihak tetapi ada penyerahan nyata atas barangnya.

# Sumber         :http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/FE-HUKUMPERJANJANJIAN.ppt




Selasa, 07 Mei 2013

PUISI

PAPAH

Setiap udara yang berhembus dari hidungku
Setiap nadi yang berdenyut di tubuhku
Setiap rasa bangga di hatiku
Itu semua timbul karenamu

Perasaan tersiletnya hati ini disaat melihatmu
Bekerja keras untuk kelanjutan hidupku kelak
Kembali ke rumah wajah yang begitu letih
Nafas yang tersendat-sendat selalu kulihat saat kau datang

Pintaku pada Allah disetiap doa
Hanyalah yang terbaik untuk dirimu
Berikan perasaan senang padamu
Karena kuyakin, tak selalu aku dapat membuatmu tersenyum bahagia

Dari ku Kecil hingga ku besar kini..
Kau selalu mencegah setiap godaan-godaan yang buruk yang akan kulakukan
Disaat aku beranjak dewasa hingga sekarang
karena kau ingin aku nantinya menjadi yang terbaik dari yang baik

Papah, terimakasih untuk segalanya
Terimakasih karena kau telah menjadi seorang ayah bagiku
Terimakasih akan setiap waktu yang kau berikan padaku
Dan juga Terimakasih karena menjadi motivasi kehidupan unukku

Papah, Kau orang yang Kusayang, 
Orang yang Kucinta dari ku lahir sampai ku menutup mata nanti
Disetiap doaku adalah selalu berharap kau selalu bahagia di dalam
Terimakasih papah untuk segalanya ^^

Senin, 06 Mei 2013

HUKUM PERIKATAN




1.      Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Jadi hukum perikatan itu adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hukum perikatan ini termasuk ke dalam hukum perdata, di dalam hukum perdata hukum perikatan termasuk ke dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(personal law). Menurut sistematika Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Selain pengertian tersebut, beberapa para ahli mendefinisikan hukum perikatan, diantaranya adalah sbb :
a.       Hofmann
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu
b.      Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
c.       Subekti
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu

2.      Dasar-dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber, diantaranya  adalah sebagai berikut:
a.       Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
b.      Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a)      Perikatan terjadi karena undang-undang semata. Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b)      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

c.       Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

3.      Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Peratran yang mengatur azas-azas hukum perikatan terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yaitu terdapat di dalamnya adalah sbb :
a)      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b)      Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
-         Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
-         Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
-         Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
-         Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
4.      Menghapus Perikatan
Perikatan ini dapat dihapus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalah pasal 1381 KUH Perdata, yaitu dengan cara :
a.      Pembaharuan utang (inovatie)
Inovate adalah suatu persetujuan yang menyebabkan terhapusnya sutau perikatan dan timbulnya perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula pada saat yang bersamaan
b.      Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara terhapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya.
c.       Pembebasan Hutang
Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
d.      Musnahnya Barang yang Terhutang
Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur
e.      Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
hal ini terbagi dalam dua hal pokok, diantaranya adalah :
-         Batal demi Hukum, hal kebatalan ini disebabkan karena kebatalan yang terjadi berdasarkan Undang-Undang. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi.
-         Syarat yang membatalkan, yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus.
f.        Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu/Kedaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Sumber :

HUKUM PERDATA



HUKUM PERDATA
1.      Pengertian Hukum Perdata
Hukum perdata adalah suatu hukum perorangan, hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari perseorangan yang satu terhadap yang lainnya didalam pergaulan masyarakat dan didalam hubungan keluarga (Scholten)
2.      Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda m dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
3.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Di Indonesia hukum perdata berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
4.      Sistematika Hukum Perdata
·        SISTEMATIKA HUKUM PERDATA EROPA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
-          Bagian I ( Hukum Perorangan)
Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan orang dalam hukum, hak dan kewajiban serta akibat hukumnya.
-          Bagian II ( Hukum Kekeluargaan )
Berisikan peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anaknya, hubungan suami istri serta hak dan kewajiban masing-masing.
-          Bagian III ( Hukum Harta Kekayaan )
Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan benda dalam hukum, yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
-          Bagian IV ( Hukum Waris )
Berisikan peraturan yang mengatur benda-benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia

·        SISTEMATIKA HUKUM PERDATA EROPA DALAM KUHS
-          Buku I ( Tentang Orang )
Berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga
-          Buku II (Tentang Benda )
Berisikan Hukum harta kekayaan dan hukum waris
-          Buku III ( Tentang Perikatan )
Berisikan hukum perikatan yang lahir dari UU dan dari persetujuan dan perjanjian
-          Buku IV ( Tentang Pembuktian dan Daluwarsa )
Berisikan Peraturan tentang alat bukti dan kedudukan benda akibat lampau waktu
SUMBER :