Senin, 06 Mei 2013

HUKUM PERIKATAN




1.      Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Jadi hukum perikatan itu adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hukum perikatan ini termasuk ke dalam hukum perdata, di dalam hukum perdata hukum perikatan termasuk ke dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(personal law). Menurut sistematika Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Selain pengertian tersebut, beberapa para ahli mendefinisikan hukum perikatan, diantaranya adalah sbb :
a.       Hofmann
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu
b.      Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
c.       Subekti
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu

2.      Dasar-dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber, diantaranya  adalah sebagai berikut:
a.       Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
b.      Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a)      Perikatan terjadi karena undang-undang semata. Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b)      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

c.       Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

3.      Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Peratran yang mengatur azas-azas hukum perikatan terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yaitu terdapat di dalamnya adalah sbb :
a)      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b)      Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
-         Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
-         Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
-         Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
-         Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
4.      Menghapus Perikatan
Perikatan ini dapat dihapus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalah pasal 1381 KUH Perdata, yaitu dengan cara :
a.      Pembaharuan utang (inovatie)
Inovate adalah suatu persetujuan yang menyebabkan terhapusnya sutau perikatan dan timbulnya perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula pada saat yang bersamaan
b.      Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara terhapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya.
c.       Pembebasan Hutang
Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
d.      Musnahnya Barang yang Terhutang
Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur
e.      Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
hal ini terbagi dalam dua hal pokok, diantaranya adalah :
-         Batal demi Hukum, hal kebatalan ini disebabkan karena kebatalan yang terjadi berdasarkan Undang-Undang. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi.
-         Syarat yang membatalkan, yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus.
f.        Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu/Kedaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar